Potensi Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik pada Kawasan Perkantoran
DOI:
https://doi.org/10.31815/jp.2013.8.45-52Kata Kunci:
Potensi sampah organik, pengomposan, pupuk organik, komposter, sistem windrawAbstrak
Di dalam Undang-undang RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga mengamanatkan seluruh kawasan perkotaan salah satunya adalah kawasan perkantoran diwajibkan penyelenggaraan pengurangan sampah dan penanganan sampah, sehingga dipandang perlu mengembangkan model pengelolaan sampah. Pada umumnya kawasan perkantoran mempunyai luas yang cukup besar dan berlokasi cukup jauh dari Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA S), sehingga umumnya belum terlayani, maka konsep pengurangan sampah di sumber sangat cocok untuk diaplikasikan terutama sampah organik yang berpotensi cukup besar untuk dijadikan pupuk organik dengan konsep kawasan kantor mandiri. Kajian ini dilakukan di Kantor Pusat Litbang Permukiman di Cileunyi Kabupaten Bandung, proses pemilahan: reuse, reduce, recycle (3R) perlu dioperasionalkan secara optimal di sumber, sehingga residu sampah diusahakan seminimal mungkin yang harus diangkut ke TPA sampah. Metode yang digunakan deskriptif dan eksperimental. Deskriptif untuk pengukuran dan penghitungan timbulan dan komposisi sampah dari berbagai sumber dalam 2 musim, yang dihasilkan dari luas lahan terbuka hijau 76.974 m2 dan luas bangunan terbangun 8.384 m2 serta jumlah pegawai 293 orang. Eksperimental untuk menguji model pengelolaan sampah serta potensi sampah organik di perkantoran menjadi pupuk organik. Kajian ini menghasilkan timbulan sampah organik dari berbagai sumber sebesar 34.071,86 kg/tahun, pola yang direncanakan yakni sistem pengomposan (komposter, sistem windraw skala kawasan, bekas cacing/kascing) akan menghasilkan kompos sebesar 15.660 kg/tahun yaitu 46,4% dari sampah organik yang dihasilkan, dengan C/N 15 - 20 telah memenuhi standard. Pola pengelolaan terpadu berbasis 3R (reduce, reuse, recycle) dan potensi daur ulang sampah organik menjadi pupuk organik dapat terjamin keberlanjutannya perlu didukung dengan keberadaan operator dan partisipasi para pegawai dalam melakukan pemilahan.
Referensi
Badan Standardisasi Nasional, 1994. SNI 19-3964 Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional, 2004. SNI 19-7030 Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional, 2008. SNI 19-3242 Pengelolaan Sampah di Permukiman, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Haug, R.T., 1980. Compost Engineering Principles and Practice, Ann Arbor Science, Michigan. Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia RI, 2008.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 tentang Pengelolaan Sampah, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia RI, Jakarta.
Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga, Kementerian Hukum dan Hak Azasi manusia RI, Jakarta.
Pusat Litbang Permukiman, 1995. Pengkajian Penerapan Komposter di Kota-kota di Indonesia, Laporan Akhir, Pusat Litbang Permukiman, Bandung.
Rouse J., S. Rothenberger, C. Zurbrugg, 2008. A Guide for Compost Procedure in Low and Middle Countries, EAWAG Aqutic Research, Swiss.
Setyawaty, M. L., T. Kustiasih, S. Darwati, 2010. Pengembangan Pengelolaan Sampah Kawasan Perkantoran Berbasis 3R, Laporan Akhir, Pusat Litbang Permukiman, Bandung.
Supraptono, Bambang, 2010. Pengomposan dengan Sistem Kascing - Pondok Pekayon Indah Bekasi, Tulisan tidak dipublikasikan.