Pola Adaptasi Meruang Pengungsi pada Hunian Sementara (Huntara) Bencana Erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Magelang Jawa Tengah

Penulis

  • Evi Yuliyanti Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Magelang, Jalan Soekarno Hatta No.9, Patran, Sawitan, Kec. Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
  • Wiyatiningsih Wiyatiningsih Universitas Kristen Duta Wacana, Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo No.5-25, Kotabaru, Gondokusuman, Yogyakarta, DIY Yogyakarta

DOI:

https://doi.org/10.31815/jp.2022.17.77-84

Kata Kunci:

Pola Ruang, adaptasi, Perilaku, Huntara, Gunung Merapi

Abstrak

Saat terjadi erupsi Gunung Merapi, Pemerintah Kabupaten Magelang harus mengungsikan penduduk yang berada pada jarak 5 km dari puncak Merapi, hal ini membutuhkan penanganan yang khusus karena pada setiap fase erupsi Gunung Merapi, warga diungsikan selama 7 sampai dengan 11 bulan. Pengungsian tersebut terjadi secara berkala setiap 4-5 tahun sekali. Adapun selama masa pengungsian tersebut Pemerintah Kabupaten telah menyediakan huntara, namun huntara yang disediakan belum optimal dalam memberikan kenyamanan sehingga pada tahun 2020 saat terjadi pengungsian erupsi Gunung Merapi, terdapat pengungsi yang memutuskan untuk meninggalkan huntara menuju ke rumahnya dan ada pula yang tetap tinggal di huntara namun membentuk pola perilaku dan adaptasi sebagai upaya mereka dalam mengatasi ketidaknyamanan tersebut. Ketidaknyamanan bangunan baik secara fisik maupun termal mengakibatkan perubahan perilaku dan pembentukan pola adaptasi pengungsi. Ada beberapa hal yang perlu dirubah pada ruang huntara agar dalam pengungsian erupsi Gunung Merapi selanjutnya para pengungsi dapat menjalani pengungsian dengan lebih nyaman.

Referensi

Alkausar, Alkausar, dan Martinus Bambang Susetyarto. 2019. “Analisis Kondisi Kenyamanan Termal pada Ruangan dalam Rumah Banjar Balai Bini di Tepian Sungai Kuin Utara, Banjarmasin.” Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lembaga Penelitian Universitas Trisakti 4 (2): 91–97.

Altman, Irwin, dan Martin M Chemers. 1986. Culture and environment. Cambridge University Press.

Badan Standarisasi Nasional. 2001. “SNI 03-6572 Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung.” Jakarta.

Bell, Paul A., Thomas C. Green, Jeffrey D. Fisher, dan Andrew Baum. 2001. Environmental psychology. Belmont: Wadsworth/Thomson.

Brown, Alison, dan Tony Lloyd-Jones. 1987. “Spatial planning, access and infrastructure.” In Urban Livelihoods, diedit oleh C Rakodi dan T Lloyd-Jones. Routledge.

Gifford, R. 2002. “Environmental psychology: principles and practice. Victoria.” British Columbia: Optimal Books.

Heimsath, Clovis. 1988. “Arsitektur Dari Segi Perilaku Menuju Proses Perancangan yang Dapat Dijelaskan.” PT Intermatra, Bandung.

Howard, Robert Wayne. 1984. Coping and Adapting: How You Can Learn to Cope with Stress. Angus & Robertson.

Maryoso, Agam. 2012. “Constructing spatial capital: household adaptation strategies in home-based enterprises in Yogyakarta.” Newcastles University.

Norberg-Schulz, Christian. 1971. “Existence.” Space & Architecture, Studio Vista, London.

Pedersen, Darhl M. 1997. “Psychological functions of privacy.” Journal of environmental psychology 17 (2): 147–56.

Prabowo, H. 1998. Seri Diktat Kuliah: Pengantar Psikologi Lingkungan. Elearning Gunadarma.

Rapoport, Amos. 2016. Human aspects of urban form: towards a man—environment approach to urban form and design. Elsevier.

Sudibyakto, H. A. 2018. Manajemen Bencana di Indonesia Ke Mana? UGM PRESS.

Weinstein, Carol Simon, dan Thomas G David. 1987. Spaces for children: The built environment and child development. London: Springer.

Unduhan

Diterbitkan

11/01/2022

Cara Mengutip

Yuliyanti, E., & Wiyatiningsih, W. (2022). Pola Adaptasi Meruang Pengungsi pada Hunian Sementara (Huntara) Bencana Erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Jurnal Permukiman, 17(2), 77–84. https://doi.org/10.31815/jp.2022.17.77-84

Terbitan

Bagian

Artikel