Potensi Ruang Terbuka Hijau dalam Penyerapan Co2 Di Permukiman Studi Kasus : Perumnas Sarijadi Bandung dan Cirebon
DOI:
https://doi.org/10.31815/jp.2008.3.106-114Kata Kunci:
Ruang terbuka hijau, perumahanAbstrak
Kondisi pembangunan perumahan di perkotaan yang sangat pesat cenderung meminimalkan  dan melakukan alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH). Penghijauan diperlukan untuk peningkatan kualitas ekosistem perkotaan, dengan menciptakan iklim mikro yang sehat dan nyaman melalui peningkatan luasan hijau sebagai penyerap emisi CO2 dan polutan udara.Melalui penelitian  perumahan berdasarkan karakter lokasi, aktivitas penduduk, dan potensi pengembangan  RTH,  maka dilakukan pemilihan sampel perumahan di Bandung dan Cirebon, yang menunjukkan perbedaan karakteristik RTH. Pendekatan analisis untuk pengembangan RTH dilakukan berdasarkan kebutuhan luasan hijau dan potensi penyerapan CO2. Di Perumnas Sarijadi, Bandung, menunjukkan tingkat penanaman tanaman dengan luas lahan hijau per rumah sekitar 2,46 m2/orang, dengan luas lahan hijau  di setiap rumah   berkisar antara 0-20 %. Sementara di Perumnas Burung-Gunung dan GSP mempunyai tingkat luasan hijau per rumah yaitu 1,02 – 1,84 m2/orang, dengan prosentasi luas lahan hijau setiap rumah sekitar 0-20 %. Di lokasi RW 08 dan RW 09, Perumnas Gunung, saat ini RTH yang ada hanya 7 -10 % dari luas kawasan dengan luasan hijau sekitar 3,33 - 4,25 m2/orang. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan di permukiman, maka selain peningkatan luasan hijau, juga diperlukan keanekaragaman sesuai  fungsi serapan, kondisi tanah, ataupun segi sosial. Penataaan bangunan dengan rumah susun harus mulai digalakkan sehingga untuk ruang terbangun yang dialokasikan 60 % di Perumnas Sarijadi agar  dapat mememuhi standar kebutuhan lahan hijau dengan minimum RTH sekitar 33 %. Sementara di Perumnas Gunung, penerapan konsep ‘roof garden’ atau penghijauan vertikal dapat menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan lahan hijau penduduk dan penyerapan polutan kendaraan karena peningkatan luas RTH tidak mencukupi dari sisa lahan yang ada jika area terbangun dialokasikan 65 %, maka  kebutuhan RTH mencapai lebih dari 35 %.Â
Referensi
Green for Life, 2003. www.wwf.or.id
Heriansyah, Ika, Potensi Hutan Tanaman Industri Dalam Mensequester Karbon-Studi Kasus di Hutan Tanaman Akasia dan Pinus, Vol.3/XVII/Maret, Iptek, 2005.
Irwan, Djamal, Zoeraini, Msi, Ir, Dr, Prof, Prinsip Prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas dan Lingkungan, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2003.
KLH, 2001. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, Jakarta
Sarmiento, L., Jorge and Gruber, Nicolas, Sinks for Anthropogenic Carbon, American Institute of Physics, Physics Today, 2003.
Tjitrosomo, Sutarmi, Siti, H., Ir, MSc, Dr, Prof, Botani Umum, Angkasa, Bandung, 1983.
Tamin, D, Ridwan, dan Poernomo, B., Heirma, Udara Perkotaan dalam Pembangunan Kota yang berkelanjutan, Subur Printing, Jakarta, 2005.