Infrastruktur Pecinan yang Mudah Diakses Mendukung Prinsip Pariwisata yang Aksesibel
DOI:
https://doi.org/10.31815/jp.2009.4.110-120Kata Kunci:
Penyandang cacat, keterbatasan mobilitas, pecinan, pariwisata, aksesibilitasAbstrak
Pecinan mempunyai potensi besar untuk dikembangkan menjadi kawasan pariwisata yang menarik. Secara ekonomi, kawasan wisata yang direncana dan dikelola dengan baik memberikan keuntungan yang berarti bagi pemerintah setempat. Demikian pula halnya dengan pecinan yang perlu ditata berdasarkan perencanaan matang dan pelaksanaan yang cermat. Dengan berpegang pada prinsip pariwisata yang aksesibel, wisatawan lokal dan mancanegara yang menyandang cacat akan tertarik untuk mengunjungi pecinan. PBB mengatakan para penyandang cacat mempunyai hak yang sama dengan mereka yang tidak cacat untuk berwisata. Penyandang cacat mempunyai keterbatasan mobilitas fisik, sehingga membutuhkan infrastruktur fisik yang mudah dan aman diakses. Dalam kenyataan, penyandang cacat tidak diberikan kesempatan yang setara untuk mengunjungi pecinan serta menikmati fasilitas dan suasana yang ditawarkan. Mereka mengalami kesulitan untuk bergerak secara mandiri, karena infrastruktur fisik kawasan pecinan tidak bebas hambatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk dapat mengidentifikasi problem penyandang cacat. Hasil analisis data menunjukkan mereka masih mengalami marjinalisasi karena tidak dapat menggunakan atau kesulitan mengakses infrastruktur disitu. Desain universal menciptakan infrastruktur yang aksesibel yang memberikan kemudahan bagi semua golongan masyarakat, tanpa kecuali, seperti orang jompo, orang yang baru sembuh dari penyakit berat, anak kecil yang belajar jalan atau pendorong gerobak. Pecinan yang ramah-cacat (disabled-friendly) mendukung prinsip accessible tourism.Â
Referensi
Accessible Tourism. Wikipedia, the Free Encyclopedia. Internet dibuka 24 Maret 2009
Davidson, R. dan R. Maitland. 1999. “Planning for Tourism in Town and Citiesâ€. Dalam Greed, C. H. (Ed) Social Town Planning, London and New York: Routledge, hal. 208-220
Davies, L. 1999. “Planning for Disability: Barrier-Free Livingâ€. Di Greed, C. H. (Ed) Social Town Planning, London and New York: Routledge, hal. 74-89
Disabled World. 2008, December 12. A Disability and Seniors Information Community. Internet dibuka 29 Januari 2009
Drakakis-Smith, D. 2000. Third World Cities – second edition, London and New York: Routledge
Greed, C. H. (Ed). 1999. Social Town Planning, London and New York: Routledge
Istijanto Oei. 2008. Rahasia Sukses Toko Tionghoa, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Kompas. 2008, 16 September. Sejarah Kota – Menanti Senyum Ratu dari Timur …, hal. 14
Puslitbang Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum, Kab. Bandung. Laporan Akhir Kegiatan Inovasi 2008 Pecinan di Bandung sebagai Potensi untuk Industri Pariwisata
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006, 1 Desember 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Jakarta: Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkunan, Direktorat Jenderal Cipta Karya
Ross, G. F.; penerjemah Marianto Samosir. 1998. Psikologi Pariwisata, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Travel, disability, law, United Nations. 2008, 21 Maret. Sumbernya : http://blogs.bootsnall. com/Scott+Rains/tourism-in-the-united-nations-convention-on-the-rights-of-persons-with-disabilities-crpd.html. Internet dibuka 26 Mei 2009
UNESCAP (United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific). 1999. Promotion of Non-Handicapping Physical Environments for Disabled Persons: pilot projects in three cities, New York: United Nations